Selamat datang di Catatan tengah Pulau!
Pekan kemarin, catatan ini tidak terbit karena aku super duper sibuk dengan urusan imigrasi di kabupaten yang birokrasinya lebih rumit dan tidak jelas daripada negeri Konoha. Plus aku harus menyiapkan dan pergi ke pulau sebelah selama beberapa hari untuk mendampingi retret anak-anak. Alhasil, catatan ini skip dulu. Akan tetapi, janganlah khawatir! Catatan edisi ini terbit sebagai refleksi atas pengalaman beberapa waktu lalu, saat para murid perempuan mengakuisisi asrama dan kompleks sekolah selama satu minggu.
Di suatu malam, mereka merasa dihantui oleh arwah gentayangan. Di pagi hari, muncul pula lebam-lebam kebiruan di tangan dan kaki para perempuan itu. Aku pun tidak sengaja memperparah keadaan dengan meyakinkan mereka bahwa evil spirit menyukai tempat yang kotor, lembab, tidak rapi, dan anak-anak yang nakal. Rupanya perkataanku yang sebenarnya bercanda itu ditanggapi serius. Para perempuan itu merasa deskripsi yang aku ucapkan sangatlah cocok dengan kondisi mereka. Alhasil, mereka pun kembali menangis ketakutan. Mereka pun memaksa kami melakukan ritus pengusiran setan secara sederhana. Di malam kemudian, kami melakukan “ritual” itu. Aku terlibat di dalamnya, memercikan air suci dan garam suci ke seluruh penjuru ruangan di malam yang gelap.
Berikut refleksi singkatku…
Aku tahu mereka ada.
Yang tak terlihat, yang berbisik di sunyi, yang bersembunyi di bayang-bayang.
Aku tahu mereka ada, tapi mereka tak berkuasa atasku.
Apa yang bisa mereka lakukan?
Mereka hanya bayang-bayang ketakutan, tiupan angin tanpa daya.
Mereka hanya menakut-nakuti,
tapi hatiku tak gentar, jiwaku tak gemetar.
Karena aku punya Tuhan yang lebih besar.
Terang-Nya menelan gelap, kasih-Nya mematahkan jerat.
Dalam genggaman-Nya, aku tak tergoyahkan.
Dalam naungan-Nya, aku tak tersentuh oleh jahat.
Bukan makhluk halus yang kutakuti,
bukan roh-roh jahat yang kuwaspadai.
Yang lebih menakutkan adalah hati yang jauh dari Tuhan,
jiwa yang tersesat dalam kehampaan.
Sebab jika aku berjalan bersama-Nya,
siapa yang bisa melawan?
Jika Ia di sisiku, apa yang bisa mencelakai?
Aku tak perlu takut.
Yang gelap akan lenyap,
dan hanya terang yang tinggal.
Bersama-Nya, aku tahu badai tetap akan datang,
jalan tetap akan terjal,
air mata tetap akan jatuh.
Tapi tak ada badai yang tak mereda,
tak ada gunung yang tak bisa didaki,
tak ada luka yang tak bisa disembuhkan.
Tuhan tidak menjanjikan jalan tanpa tantangan,
tapi Ia berjanji akan berjalan bersamaku.
Tangan-Nya yang kuat menopang,
kasih-Nya yang besar melindungi.
Mereka yang jahat bisa mencoba menjatuhkan,
tapi aku tak akan tersungkur.
Roh-roh gelap bisa mencoba menakut-nakuti,
tapi aku tak akan gentar.
Karena aku bukan berjalan sendirian,
ada Terang yang menyertaiku.
Dan dalam Terang itu,
tak ada yang bisa mengalahkanku.
Sampai jumpa!